Selasa, 04 September 2012

Tuba, Tumbuhan Peracun Ikan dan Serangga



Tuba, dalam bahasa ilmiah disebut Derris elliptica, merupakan jenis tumbuhan yang biasa digunakan sebagai peracun ikan. Akar tanaman Tuba ini memiliki kandungan rotenone, sejenis racun kuat untuk ikan dan serangga (insektisida).
Tuba sering disebut juga sebagai Akar Tuba. Dalam bahasa Inggris biasa disebut sebagai Derris Root,Duva Ni Vavalagi, atau Tuba Root. Tanaman memanjat (liana) ini mempunyai beberapa nama lokal seperti; tuwa laleur, tuwa leteng, areuy kidang (Sunda), jenu, jelun,tuba, oyod tungkul,  tungkul (Jawa), tobha, jheno, mombul (Madura).
Di negara lain dikenal dengan sebutan Tuba (Brunei), Hon (Laos), K’biehs (Kamboja), tuba root, tugling-pula (Filipina), Touba (Perancis), Akar Tuba (Malaysia), Lai Nam(Thailand).
Tumbuhan Tuba (Derris elliptica) yang berpotensi sebagai biopestisida ini selain dijumpai hampir di seluruh wilayah di Indonesia juga terdapat di Bangladesh, Asia Tenggara, dan beberapa kepulauan di Pasifik.
Ciri-ciri Tanaman Tuba. Tuba merupakan tumbuhan berkayu memanjat (liana) 7 – 15 pasang daun pada tiap rantingnya. Daun muda berambut kaku pada kedua permukaannya. Di bahagian bawah daun diliputi oleh bulu lembut berwarna perang. Batangnya merambat dengan ketinggian hingga 10 meter. Ranting-ranting Tuba tua berwarna kecoklatan.
Mahkota bunga tumbuhan Tuba berwarna merah muda serta sedikit berbulu. Tumbuhan beracun ini juga mempunyai buah berbentuk lonjong (oval), dengan sayap yang tipis di sepanjang kedua sisi. kekacang nipis dan rata berukuran  9 cm, lebar 0.6 – 2.5 cm. dan terdapat 1 – 4 biji dalam satu kekacang.
Tumbuhan peracun ikan ini tumbuh terpencar-pencar, di tempat yang tidak begitu kering, di tepi hutan, di pinggir sungai atau dalam hutan belukar yang masih liar dan kadang-kadang ditanam di kebun atau pekarangan. Di Jawa tanaman Tuba didapati mulai dari dataran rendah hingga ketinggian sekitar 1500 m dpl.
Manfaat Tanaman Tuba. Tanaman ini merupakan penghasil bahan beracun yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama serangga, baik di luar ruangan maupun didalam ruangan. Disamping rotenon sebagai bahan aktif utama, bahan aktif lain yang terdapat pada akar tanaman Tuba (Derris elliptica) adalah deguelinelliptone, dantoxicarol.
Tanaman ini sering digunakan sebagai racun ikan. Namun dapat juga dapat digunakan sebagai insektisida, yaitu untuk pemberantasan hama pada tanaman sayuran, tembakau, kelapa, kina, kelapa sawit, lada, teh, coklat, dan lain-lain. Di Kalimantan, ekstrak akarnya digunakan sebagai racun untuk anak panah.
Klasifikasi ilmiah. Kerajaan: Plantae; Divisi: Magnoliophyta; Kelas: Magnoliopsida; Ordo: Fabales; Famili: Fabaceae; Genus: Derris; Spesies: Derris elliptica
Referensi:
  • www.proseanet.org/prohati4/browser.php?docsid=442
  • zipcodezoo.com/Plants/D/Derris_elliptica
  • www.worldagroforestrycentre.org/sea/Products/AFDbases/af/asp/SpeciesInfo.asp?SpID=18115
Gambar: commons.wikipedia.org

Peranan mikroorganisme pada fermentasi pembuatan pupuk kandang dari urine sapi


Pendahuluan
Indonesia merupakan daerah yang  dilalui oleh garis katulistiwa sehingga daerah ini beriklim tropis dan tanah nya dapat ditanami berbagai macam tanaman. Salahsatu penghasilan yang mencolok adalah dari segi tanaman bahan pangan seperti jagung, padi adapun tanaman lain nya adalah sawit, karet,dan lain-lain. Kebutuhan akan bahan pangan terus juga meningkat seiring dengan pertambahan penduduk. Dengan kemajuan teknologi beberapa produksi pertanian masih dapat ditingkatkan melalui upaya intensifikasi pertanian. Upaya intensifikasi ini juga akhir-akhir mengalami hambatan seperti semakin kecilnya subsidi pemerintah terhadap sarana produksi pertanian ( pupuk, pestisida dll). Pemberian pupuk kimia yang tidak sesuai atau berlebihan akan memicu terjadinya perubahan-perubahan kondisi tanah, baik sifat fisik tanah ( tekstur tanah ) maupun sifat kimia tanah ( keasaman, kandungan unsur hara tanah ) dan lain-lain. Perubahan kondisi tanah baik fisik maupu kimiawi inilah yang akan mengganggu pertumbuhan tanaman sehingga mempengaruhi produksinya.
Sangat disayangkan, faktor ekonomi menjadi hambatan untuk mencapai upaya intensifikasi karena harga pupuk dan sarana produksi lain yang semakin tinggi. Masalah ini menyebabkan petani tidak banyak menerapkan budidaya yang baik untuk meningkatkan produksinya. Masalah lain dari pupuk buatan yang digunakan selama ini adalah menyebabkan rusaknya struktur tanah akibat pemakaian pupuk buatan yang terus menerus sehingga perkembangan akar tanaman menjadi tidak sempurna. Hal ini juga akan memberi dampak terhadap produksi tanaman yang diusahakan pada tanah yang biasa diberikan pupuk buatan. Begitu juga dari efek sarana produksi terhadap lingkungan telah banyak dirasakan oleh masyarakat petani, penggunaan pupuk buatan yang terus menerus menyebabkan ketergantungan dan lahan mereka menjadi lebih sukar untuk diolah.
Sistem budidaya secara organik kini telah menampakan hasil yang cukup signifikan pada tingkat peneliti tetapi ditingkat petani masih terbatas yang menerapkannya. Begitu juga penerapan budidaya secara hidroponik. Hidroponik adalah teknik budidaya tanaman tampa menggunakan media tanah sebagai media tumbuhnya. Sistem hidroponikpun mempunyai kelemahan dalam pembiayaan awal dan operasinya. Sehingga hidroponikpun kurang berkembang di masyarakat tani. Menurut hasil laporan Trubus (2002) sistem hidroponik sangat mahal, terutama untuk pemberian nutrisi tanamanannya (70 % biaya produksi digunakan untuk hal ini.) . Dilain pihak produksi yang rendah disebabkan beberapa hal, yaitu banyak petani yang belum menerapkan cara budidaya yang baik, seperti penggunaan pupuk yang kurang berimbang, perawatan yang kurang intensif dan salah perhitungan waktu tanam.
Tetapi sekarang dengan telah berkembangnya teknologi fermentasi masalah nutrisi pada sistem budidaya hidroponik telah memberikan harapan baru. Apalagi bahan baku yang digunakan untuk membuat nutrisi juga merupakan limbah dari peternakan, yang selama ini juga sebagai bahan buangan. Misal saja Urine sapi yang sering menimbulkan masalah lingkungan karena menimbulkan bau yang tidak sedap. Namun setelah dilakukan sentuhan teknologi berupa peprosesan secara fermentasi urine sapi dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Pupuk ini sangat baik dalam pengembalian kesuburan tanah. Hasil fermentasi urine sapi dikenal dengan nama FERINSA (Fermentasi Urine Sapi). Dengan panggunaan Ferinsa, penggunaan pupuk kimia dapat ditekan hingga 50 % untuk tahap pertama, dan tahap selanjutnya penggunaan pupuk kimia bisa dikurangi lebih besar lagi.
Isi
 
Fermentasi merupakan aktivitas mikroorganisme baik aerob maupun anaerob yang mampu mengubah atau mentranspormasikan senyawa kimia ke subtrat organik (Rahman,1989). Selanjutnya Winarno (1990) mengemukan bahwa fermentasi dapat terjadi karena ada aktivitas mikroorganisme penyebab fermentasi pada subtrat organik yang sesuai, proses ini dapat menyebabkan perubahan sifat bahan tersebut.
Joo. Y.H (1990). Melaporkan bahwa teknologi fermentasi anaerob untuk skala petani telah banyak dikembangkan, dimana hasilnya pupuk kandang dikonversikan tidak hanya dalam bentuk pupuk organik cair yang bagus tetapi juga dalam bentuk biogas yang berenergi tinggi.
Prinsip dari fermentasi anaerob ini adalah bahan limbah organik dihancurkan oleh mikroba dalam kisaran temperatur dan kondisi tertentu yaitu fermentasi anaerob.
Studi tentang jenis bakteri yang respon untuk fermentasi anaerob telah dimulai sejak tahun 1892 sampai sekarang. Ada dua tipe bakteri yang terlibat yaitu bakteri fakultatif yang mengkonversi sellulola menjadi glukosa selama proses dekomposisi awal dan bakteri obligate yang respon dalam proses dekomposisi akhir dari bahan organik yang menghasilkan bahan yang sangat berguna dan alternatif energi pedesaaan.( Joo, 1990).
 
 
Kelebihan yang didapat dari pupuk cair alami
Pupuk cair alami yang dibuat ini mempunyai keunggulan tersendiri yaitu harganya murah,pembuatannya mudah, bahan mudah didapat, dan tidak membutuhkan waktu yang lama. Pupuk cair ini mengandung protein yang menyuburkan tanaman dan tanah seperti padi, palawija, sayur-sayuran, buah-buahan, bunga dan lain-lain. Produk ini berfungsi sebagai pengusir hama tikus,wereng, walang sangit, dan penggerek serta sebagai sumber pupuk organik.

Proses pembuatan pupuk cair urine sapi
  1. Urine sapi (Bison benasus L) di tampung dan dimasukkna ke dalam drum plastik
 
2.Lengkuas, kunyit, temu ireng, jahe, kencur, brotowali, ditumbuk sampai halus kemudiandimasukkan ke dalam drum plastik, maksud penambahan bahan-bahan ini untuk menghilangkanbau urine ternak dan memberikan rasa yang tidak disukai hama.
 
3. Setelah itu tetes tebu dimasukkan kedalam drum plastik, lalu dimasukkan starter Sacharomycescereviceae. Tetes tebu dan starter Sacharomyces cereviceae ini berguna untuk fermentasi dan nantinya setelah jadi pupuk cair bisa menambah jumlah mikroba  menguntungkan yang adadidalam tanah.
 
4. Fermentasi urine didiamkan selama 14 hari dan diaduk setiap setiap hari.
 
5.Drum plastik ditutup dengan kain serbet atau kertas.
 
6. Setelah 14 hari pupuk cair sudah jadi kemudian disaring dan dikemas.
 
Manfaat mikroba dalam proses fermentasi urine sapi
            Salah satu teknologi fermentasi yang mudah dilakukan adalah fermentasi anaerob, dimana limbah kotoran sapi (padat atau cair) dikonveksikan tidak hanya dalam bentuk pupuk organik cair yang bagus namun juga dalam bentuk biogas yang berenergi tinggi. (Joo. Y.H, 1990)
Prinsip dari fermentasi anaerob ini adalah penghancuran bahan kimia organik oleh mikroba dalam kisaran temperatur dan kondisi anaerob. Penelitian tentang jenis bakteri untuk fermeentasi anaerob telah dimulai sejak 1892 sampai sekarang. Ada dua macam bakteri yang terlibat yaitu bakteri fakultatif yang mengkonfersi selulosa menjadi glukosa selama proses dekomposisi awal dan bakteri obligate yang respon dalam proses dekomposisi akhirdari bahan organik yang menghasilkan bahan yang sangat berguna dan alternatif di pedesaan. (Joo, 1990)
Pada proses fermentasi pembuatan pupuk cair dari urine sapi secara anaerob tersebut  melibatkan bakteri anaerob yaitu bacteri yang tidak dapat menggunakan O2 bebas untuk respirasinya. Energi diperoleh dari proses perombakan senyawa organic yang tanpa menggunakan oksigen. Bakteri anaerob dibedakan menjadi anaerob obligat dan anaerob fakultatif. Bakteri fakultatif adalah Organisme anaerobik fakultatif  biasanya bakteri , yang menghasilkan ATP  secara respirasi aerobik  jika terdapat oksigen  tetapi juga mampu melakukan fermentasi . Contohnya Escherichia coli dan Lactobacillus. Bakteri anaerob obligat, hanya dapat hidup jika tidak ada oksigen. Oksigen merupakan racun bagi bacteri anaerob obligat. Contohnya adalah Microccocus denitrificans, Clostridium botulinum, danClostridium tetani..
Bakteri fakultatif                                            bakteri obligat
Mekanisme perubahan dan peranan mikroorganisme
Pada proses pembuatan pupuk kandang cair yang berbahan dasar urine sapi inni dilakukan dengan cara Fermentasi yang melibatkan peranan mikroba di dalamnya. Untuk penanaman bibit mikroba pada fermentasi ini diberi campuran berupa tetes tebu yang berfungsi mengandung bakteri Sacharomyces cereviceae yang bertugas menghancurkan material organic yang terkandung di dalam urine sapi tersebut. Selain itu mikroorganisme juga  bertindak sebagai agen pengendali secara biologis dengan cara menghambat efek fitopatogenik mikroorganisme tanah dan memfasilitasi dekomposisi senyawa beracun dalam tanah. Teknologi fermentasi ini dapat digunakan untuk meningkatkan keanekaragaman biologi tanah, meningkatkan kualitas air, mengurangi kontaminasi tanah dan merangsang penyehatan dan pertumbuhan tanaman yang semua itu berarti meningkatkan hasil.

Pada fermentasi urin sapi mengandung beberapa jenis mikroorganisme, yaitu:
A.    Bakteri Fotosintetik
Bakteri fotosintetik adalah mikroorganisme yang mandiri. Bakteri ini membentuk senyawa-senyawa yang bermanfaat dari sekresi akar tumbuh-tumbuhan, bahan organik dan/atau gas-gas berbahaya seperti hidrogen sulfida, dengan dibantu sinar matahari dan panas sebagai sumber energi. Zat-zat bermanfaat tersebut meliputi asam amino, asam nukleat, zat-zat bioaktif, dan gula, yang semuanya dapat mempercepat pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Hasil-hasil metabolisme yang dihasilkan oleh bakteri ini dapat diserap langsung oleh tanaman dan juga berfungsi sebagai substrat bagi mikroorganisme lain sehingga jumlahnya terus dapat bertambah.
B.    Bakteri Asam Laktat
Bakteri asam laktat menghasilkan asam laktat dari gula, dan karbohidrat lain yang dihasilkan oleh bakteri fotosintetik dan ragi. Bakteri asam laktat dapat menghancurkan bahan-bahan organik seperti lignin dan selulosa, serta memfermentasikannya tanpa menimbulkan senyawa-senyawa beracun yang ditimbulkan dari pembusukan bahan organik.
C.    Ragi
Ragi dapat menghasilkan senyawa-senyawa yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman dari asam amino dan gula di dalam tanah yang dikeluarkan oleh bakteri fotosintetik atau bahan organik melalui proses fermentasi. Ragi juga menghasilkan senyawa bioaktif seperti hormon dan enzim.
D.    Actinomycetes
Actinomycetes merupakan suatu kelompok mikroorganisme yang strukturnya merupakan bentuk antara dari bakteri dan jamur. Kelompok ini menghasilkan zat-zat anti mikroba dari asam amino yang dikeluarkan oleh bakteri fotosintetik dan bahan organik. Zat-zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme ini dapat menekan pertumbuhan jamur dan bakteri yang merugikan tanaman, tetapi dapat hidup berdampingan dengan bakteri fotosintetik. Dengan demikian kedua spesies ini sama-sama dapat meningkatkan kualitas lingkungan tanah dengan meningkatkan aktivitas anti mikroba tanah.
E.    Jamur Fermentasi
Jamur fermentasi seperti Aspergillus dan Penicillium menguraikan bahan organik secara cepat untuk menghasilkan alkohol, ester, dan zat-zat anti mikroba. Pertumbuhan jamur ini berfungsi dalam menghilangkan bau dan mencegah serbuan serangga serta ulat-ulat yang merugikan dengan cara menghilangkan penyediaan makanannya.
Setiap jenis mikroorganisme mempunyai fungsi masing-masing dalam proses fermentasi bahan organik.

Kajian islam terhadap peranan mikroba dalam pembuatan pupuk urin sapi (fermentasi)

Surat ar raid ayat 13:
            زَلَ مِنَ السَّمَاء مَاء فَسَالَتْ أَوْدِيَةٌ بِقَدَرِهَا فَاحْتَمَلَ السَّيْلُ زَبَداً رَّابِياً وَمِمَّا يُوقِدُونَ عَلَيْهِأَن فِي النَّارِ ابْتِغَاء حِلْيَةٍ أَوْ مَتَاعٍ زَبَدٌ مِّثْلُهُ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللّهُ الْحَقَّ وَالْبَاطِلَ فَأَمَّا الزَّبَدُ فَيَذْهَبُ جُفَاء وَأَمَّا مَا يَنفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ فِي الأَرْضِ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللّهُ الأَمْثَالَ
Artinya:
Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengambang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan .
Dari ayat diatas dapat kita ketahui bahwa Allah SWT  telah menciptakan berbagai makhluk hidup yang beraneka ragam dari benda yang bisa dilihat oleh mata secara langsung ataupun benda-benda keci seperti halnya mikroorganisme. Salah satu contoh mikroorganisme yaitu kelompok mikroorganisme yang dimanfaatkan untuk merubah sesuatu yang tidak bermanfaat menjadi bermanfaat. Hal ini menunjukkan kekuasaan Allah yang begitu besar untuk menciptakan segala sesuatu yang dikehendaki. Semua yang telah diciptakan-Nya tiada yang sia-sia karena semua ada manfaatnya tergantung manusia bagaimana mengolahnya. Namun, sejauh ini manusia telah menerapkan ilmu pengetahuan untuk memanfaatkan apa yang telah Allah berikan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Zaman sekarang telah banyak inofasi baru yang dapat menguntungkan manusia. Hal ini menunjukkan bahwa semua makhluk yang diciptakan –Nya tiada yang sia-sia, sebagaimana contoh pengolahan limbah urin sapi menjadi pupuk kandang yang bermanfaat.
Ash shura ayat 29
وَمِنْ آيَاتِهِ خَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَثَّ فِيهِمَا مِن دَابَّةٍ وَهُوَ عَلَى جَمْعِهِمْ إِذَا يَشَاءُ قَدِيرٌ
Artinya:
Di antara (ayat-ayat) tanda-tanda-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan makhluk-makhluk yang melata Yang Dia sebarkan pada keduanya. Dan Dia Maha Kuasa mengumpulkan semuanya apabila dikehendaki-Nya.

            Dalam ayat diatas kita dapat mengetahui bahwa Alloh SWT telah menciptakan sesuatu yang ia inginkan dan apapun yang ia kehendaki atas makhluk-makhluk yang ia ciptakan ia dapat menjadikannya bermakna dari masing-masing penciptaannya. Begitu juga dalam proses fermentasi ini terjadilah makhluk mikroorganisme yang tidak kasat mata mampu mengubah hal yang takbermanfaat menjadi bermanfaat.


kesimpulan
Pada proses fermentasi pembuatan pupuk cair dari urine sapi secara anaerob tersebut  melibatkan bakteri anaerob yaitu bacteri yang tidak dapat menggunakan O2 bebas untuk respirasinya. Energi diperoleh dari proses perombakan senyawa organic yang tanpa menggunakan oksigen. Bakteri anaerob dibedakan menjadi anaerob obligat dan anaerob fakultatif. Bakteri fakultatif adalah Organisme anaerobik fakultatif  biasanya bakteri , yang menghasilkan ATP  secara respirasi aerobik  jika terdapat oksigen  tetapi juga mampu melakukan fermentasi . Contohnya Escherichia coli dan Lactobacillus. Bakteri anaerob obligat, hanya dapat hidup jika tidak ada oksigen. Oksigen merupakan racun bagi bacteri anaerob obligat. Contohnya adalah Microccocus denitrificans, Clostridium botulinum, danClostridium tetani..
Dengan adanya penambahan tetes tebu yang mengandung banyak gula  dan karbohidrat bagi mikroba tentunya dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri lebih cepat  dibandingkan dengan biasanya. Jika pertumbuhan bakteri lebih cepat maka dapat dipastikan proses fermentasi urin juga akan berlangsung lebih cepat.




Daftar pustaka
           Affandi. 2008. Pemanfaatan urine Sapi yang Difermentasi sebagai Nutrisi Tanaman. (online), (http://affandi21.xanga.com/644038359/pemanfaatan-urine-sapi-yang-difermentasi-sebagai-nutrisi-tanaman/, 20 Januari 2010)

KAJIAN BIOLOGI REPRODUKSI TANAMAN DURIAN (Durio zibethinus, Murray)


 
ilustrasi

KAJIAN BIOLOGI REPRODUKSI TANAMAN DURIAN (Durio zibethinus, Murray)
1). Sumeru Ashari dan 2). Sri Wahyuni

ABSTRAK
Bunga mengambil peran penting dalam produksi tanaman. Penelitian biologi bunga dilakukan terhadap bunga durian, salah satu jenis bebuahan yang sehat dan bernilai ekonomis tinggi. Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Februari 2007. Lokasi penelitian di kebun durian Desa Mendalanwangi Kecamatan Wagir Kabupaten Malang, tinggi tempat sekitar 431 m dpl, suhu rata-rata harian 260C dan kelembaban 60%.

Lima kultivar durian, yaitu Monthong, Sitokong, Sunan, Hepe, dan Petruk yang berumur 10 tahun, digunakan sebagai materi penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa periode perkembangan bunga dan buah antara kultivar berbeda. Perbedaan terjadi pada setiap tahap perkembangan hingga kematangan buah. Total waktu yang ditempuh sejak berbunga hingga matang dari varietas Monthong, Petruk, Sunan, Sitokong dan Hepe berturutan adalah 178-214 hari, 185-214 hari, 193-214 hari, 193-214 hari, dan 207-214 hari. Nilai fruitset dari setiap kultivar juga berbeda. Kultivar Sunan menghasilkan fruitset paling tinggi diikuti Monthong, Petruk, Sitokong dan yang terendah kultivar Hepe.

1). Staf dosen Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang
2). Mahasiswa program Studi Hortikultura, Fakutas Pertanian UB Malang
Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Hortikultura 2010 di Den Pasar, Bali, 25-26 November 2010.

LATAR BELAKANG
Jenis durian unggul yang sudah dirilis oleh pemerintah semenjak tahun 1984 hingga tahun 2009 adalah sebanyak 71 varietas. Durian rilisan tersebut berasal dari seluruh persada Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap daerah mempunyai jenis unggulan sendiri. Keragaman jenis tersebut disebabkan karena kebanyakan tanaman durian tersebut berasal dari biji.

Masalah yang dihadapi dalam agribisnis durian adalah produksi yang masih labil sehingga kebutuhan nasional belum bisa dicukupi oleh produk dalam negeri. Produksi buah durian nasional tahun 2003 adalah sebanyak 741.831 ton dan pada tahun 2007 turun menjadi 594.842 ton. Sementara itu, impor buah durian pada tahun 2003 sebanyak 3.026 ton dan meningkat menjadi 21.827 pada tahun 2007 atau sekitar 700% (Wibawa, 2009).

Kelemahan produktifitas dan kontinyuitas suplai buah durian harus diselesaikan dengan penelitian yang serius, baik dalam aspek agronomi, fisiologi dan pemuliaan tanaman. Salah satu aspek agronomi-pemuliaan tanaman yang penting dalam produksi adalah pembungaan dan pembuahan. Dalam penelitian ini dilaporkan kajian perkembangan bunga dan buah beberapa durian unggul rilisan nasional yaitu Petruk, Sunan, Sitokong, dan Hepe. Selanjutnya varietas Monthong digunakan sebagai pembandingnya. Hipotesis yang hendak diuji adalah adanya perbedaan periode perkembangan bunga dan buah serta nilai fruit-set antar varietas rilisan tersebut.

BAHAN DAN METODE
Penelitian telah dilaksanakan di kebun durian Desa Mendalanwangi Kecamatan Wagir Kabupaten Malang, tinggi tempat sekitar 431 m dpl, suhu rata-rata harian 260C dan kelembaban rata-rata 60%. Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Februari 2007.

Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain: penggaris, jangka sorong, kamera digital Canon powershot A430, mika, kawat dan cutter, sedangkan bahan yang digunakan terdiri dari tanaman durian varietas Monthong, Sitokong, Sunan, Hepe, dan Petruk berumur 10 tahun.

Penelitian ini menggunakan metode survei dengan teknik observasi terhadap pembungaan dan perkembangan buah. Metode pengumpulan data sesuai dengan Singarimbun dan Effendi (1990).

Pohon durian yang digunakan sebagai sampel masing-masing terdiri dari 5 pohon, sehingga jumlah pohon semuanya adalah 25. Pohon dipilih yang seragam, dalam satu pohon diambil 15 contoh (dompol bunga) untuk pengamatan pertumbuhan dan perkembangan bunga dan fruit-set.

Secara keseluruhan objek yang diamati adalah jumlah bunga, waktu bunga mekar (dilakukan pada jam 06.00 WIB, jam 12.00 WIB, jam 15.00 WIB, serta jam 22.00 WIB). Waktu bunga rontok (dilakukan setiap jam 06.00 WIB, jam 12.00 WIB, jam 15.00 WIB, dan jam 22.00 WIB. Dalam penelitian ini digunakan analisis ragam dan menggunakan alat bantu SPSS versi 13,0 yang diolah dengan analisis oneway Anova.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembungaan dan perkembangan buah durian Perkembangan pembungaan periodik lima varietas tanaman durian dapat dilihat pada Tabel 1.

 

Keterangan: 1a. Muncul tunas bunga, 1b. Pertumbuhan tunas sampai muncul bunga, 2a. Pertumbuhan bunga, 2b. Bunga pecah sampai anthesis, 2c. Anthesis menuju rontok, 3. perkembangan dari anthesis ke kematangan buah.

Berdasarkan data yang tertera dalam Tabel 1 ternyata varietas Monthong memiliki minimal masa panen yang paling cepat dan varietas Hepe yang terlama. Masa pembungaan dari awal muncul bunga dan perkembangan tunas bunga masing-masing varietas sama yaitu 2 minggu setelah muncul tunas (msmt). Pada tahap pembungaan menuju anthesis varietas Monthong mekar lebih awal dibanding varietas lain. Perbedaan juga terjadi pada periode dari anthesis menuju kematangan buah. Pada periode ini Monthong memiliki periode pematangan buah yang lebih awal dibanding varietas lain, sedang antara varietas Petruk, Sunan, Sitokong, dan Hepe rata-rata sama.

Adanya variasi ini disebabkan karena ada perbedaan genetik dari masing-masing varietas yang memungkinkan terjadi perbedaan respon tanaman terhadap suhu lingkungan tumbuh. Calvo (1999) melaporkan bahwa ada perbedaan periode tahap pertumbuhan pada tanaman loquat antara varietas Cardona dan varietas San Filipparo disebabkan karena suhu. Perkembangan buah pada suhu rendah memperlambat perkembangan buah menuju kemasakan buah.

Bunga durian adalah bunga sempurna, yang memiliki benang sari dan putik serta memiliki kompartemen hiasan bunga yang lain. Organ bunga tiap varietas memiliki perbedaan, antara lain dalam jumlah benang sari dan aroma bunga. Hal ini menunjukkan ada perbedaan karakteristik bunga dari tiap varietas. Variasi organ seksual ini sebagaimana yang dilaporkan oleh Brown (2006). Dia menyatakan adanya perbedaan jumlah petal dari klone D88 dan klone D104, tertapi memiliki jumlah benang sari yang sama. Yacoob (1995), mengatakan bahwa bentuk bunga dan buah dapat digunakan untuk identifikasi varietas.

Perkembangan bunga durian

Perubahan bentuk bunga terjadi sesuai dengan umur bunga. Tunas bunga durian muncul pada cabang sekunder maupun tertier. Tunas yang muncul terus berkembang selama 3 minggu kemudian baru muncul bunga. Perkembangan tunas berakhir pada saat bunga mekar dan kemudian berkembang bersama perkembangan buah.

 

Gambar 2. Perkembangan bunga durian. 1. umur 3 msmt, 2. umur 4 msmt, 3. umur 5 msmt, 4. umur 6 msmt, 5. umur 7 msmt,6. umur 8 msmt, dan 7. umur 9 msmt. * msmt:minggu setelah mekar bunga

Periode pembungaan masing-masing varietas menunjukkan perbedaan. Waktu pembungaan paling awal adalah varietas Monthong diikuti Petruk, Hepe, Sitokong, dan Sunan. Periode pembungaan yang paling lama adalah varietas Monthong diikuti Hepe, Petruk, Sitokong, dan Sunan. Periode pembungaan tiap varietas dapat dilihat pada Gambar 3.

 

Gambar 3. Periode pembungaan durian

Waktu yang diperlukan untuk perkembangan bunga dalam penelitian ini dari inisiasi sampai bunga mekar adalah 6-7 minggu. Keadaan ini sesuai dengan pernyataan French (2001) bahwa pembungaan durian dari inisiasi sampai anthesis memerlukan waktu kurang lebih 6-8 minggu.

Mekar atau anthesis merupakan tahap pembukaan bunga yaitu saat bagian-bagian bunga siap untuk penyerbukan. Dari hasil diketahui bahwa waktu mekar tiap varietas terjadi pada sore sampai malam hari dan rontok pada akhir malam sampai pagi hari. Hal ini sesuai yang dilaporkan Lim (1997) bahwa anthesis bunga terjadi pada jam 15.30 sampai 18.00 dan rontok pada malam hari.

Waktu mekar dan rontok bunga

Mekar dan rontok bunga terjadi pada durian, masing-masing varietas menunjukkan perbedaan. Varietas Sunan waktu mekar lebih seragam dibanding Monthong, antara pukul 16.00 sampai pukul 18.00, sedangkan Monthong mekar lebih awal yaitu pukul 15.00 sampai pukul 22.00. Bunga yang mekar pada sore hari sekitar pukul 16.00 akan rontok pada malam sampai pagi hari. Pada varietas Sunan waktu rontok sebagian besar terjadi pada malam hari, karena waktu mekar bunga yang hampir seragam pada sore hari. Pada varietas Monthong waktu rontok lebih bervariasi, ada yang terjadi pada malam hari ada yang pada pagi hari.

Berat buah

Karakter buah dari beberapa jenis durian yang diuji menunjukkan perbedaan, lihat Tabel 2. Ukuran panjang dan diameter buah menunjukkan bentuk buah. Sebaliknya ukuran buah Varietas Monthong lebih besar dibandingkan dengan jenis lainnya.

 

Perkembangan buah durian

Buah terbentuk dari bakal buah setelah bunga mengalami penyerbukan dan pembuahan. Penyerbukan buah durian dibantu oleh serangga seperti lebah dan semut. Hal ini disebabkan bunga mengandung nektar dan beraroma harum yang dapat mengundang serangga. Setelah penyerbukan, mahkota dan benang sari akan layu dan rontok dan kemudian bakal buah akan berkembang menjadi buah. Ilustrasi pertumbuhan buah dapat dilihat pada Gambar 4.

 

Gambar 4. Perkembangan buah, 1.umur 1 msa, 2.umur 2 msa, 3.umur 3 msa, 4. umur 4 msa, 5. umur 5 msa dan 6. umur 6 msa. * msa: minggu setelah anthesis

Pembentukan buah durian terjadi setelah bunga anthesis yang secara tidak langsung diserbuki oleh serangga atau kelelawar (Ashari, 2002; 2006). Setelah penyerbukan mahkota dan benang sari akan layu dan rontok (6-12 jam setelah anthesis). Pelayuan dan perontokan mahkota dan benang sari ini disebabkan oleh pengangkutan air secara besar-besaran dari bunga ke bagian ovarium (Salisbury dan Ross, 1992).

Bakal buah durian yang berhasil dibuahi berkembang. Volume buah dari tiap minggu mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan pada saat perkembangan buah terjadi peristiwa pembelahan dan pembesaran sel dalam berbagai arah pertumbuhan yang menyebabkan perubahan perbandingan panjang dan diameter buah, sehingga terjadi perubahan bentuk buah (Hidayat, 1995).

Jumlah buah

Hasil pengamatan jumlah buah tiap varietas dapat dilihat pada Tabel 3. Jumlah buah dari yang tertinggi sampai terendah pada akhir pengamatan adalah Monthong, Petruk, Sunan, Sitokong dan Hepe. Jumlah buah dari minggu ke-1 sampai minggu ke-18 mengalami penurunan karena rontok. Penurunan jumlah buah paling tinggi pada minggu ke-3 yaitu Monthong 13 %, Petruk 7,1 %, Sunan 8,3 %, Sitokong 9,5 %, dan Hepe 0,6 %. Tetapi jumlah buah pada varietas Hepe mengalami penurunan paling tinggi terjadi pada minggu pertama setelah bunga rontok.

 

Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%.

Berdasarkan Tabel 11 diketahui bahwa fruit-set dari antara varietas satu dengan varietas lain menunjukkan perbedaan. Fruit-set tertinggi pada varietas Sunan 2,96 % diikuti Monthong 2,03 %, Petruk 1,62 %, Sitokong 0,99 %, dan terendah Hepe 0,21 %. Rata-rata persentase fruit-set adalah 1,56 %. Produksi buah pada varietas Hepe, Sitokong, dan Petruk masih rendah dibandingkan dengan varietas Monthong dan Sunan.

Produksi buah pada varietas Hepe baik per cabang atau per pohon sangat rendah dibandingkan dengan produksi buah pada daerah asal. Yaacob (1995) mengemukakan bahwa produksi durian varietas Monthong 50-70 buah/pohon/tahun, dan varietas Petruk, Sunan, Sitokong, dan Hepe sekitar 50-200 buah/pohon/tahun. Hal ini disebabkan perbedaan respon masing-masing varietas terhadap lingkungan tumbuh. Jenis durian rilisan sudah sangat banyak, yaitu sekitar 67 jenis (Wibawa, 2009). Pengujian multi-varietas dalam hal ini pada lokasi yang berbeda sangat perlu dilakukan sehingga ditemukan jenis rilisan yang paling toleran untuk ditanam disebarang tempat di Indonesia.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian adalah sebagai berikut:
1. Periode tahap perkembangan bunga dan buah dari masing-masing varietas berbeda. Perbedaan terjadi pada tahap perkembangan buah menuju fase kematangan. Waktu total yang dibutuhkan dalam perkembangan buah dari varietas Monthong, Petruk, Sunan, Sitokong dan Hepe berturut-turut 178-214 hari, 185-214 hari, 193-214 hari, 193-214 hari, dan 207-214 hari. Monthong memiliki periode yang paling cepat.
2. Persentase fruitset dari masing-masing varietas berbeda. Varietas Sunan memiliki persentase fruitset paling tinggi diikuti varietas Monthong, Petruk, Sitokong dan yang terendah varietas Hepe.

2. Saran
1. Peningkatan kuantitas dan kualitas hasil durian perlu dilakukan perlakuan untuk mencegah kerontokan buah, baik dengan meningkatkan perawatan tanaman dan pemenuhan kebutuhan nutrisi tanaman pada saat yang tepat, perlu adanya penjarangan buah yang dapat dilakukan pada minggu 12 setelah anthesis, karena pada 12 msa buah sudah tidak mengalami kerontokan.
2. Perlu penelitian mengenai penyimpanan polen dari masing-masing varietas untuk kepentingan persilangan antar varietas.

DAFTAR PUSTAKA
  • Ashari, S. 2002. Pengantar Biologi Reproduksi Tanaman. PT. Rineka Cipta, Jakarta. ...pp.
  • Ashari, S. 2004. Biologi Reproduksi Tanaman Buah-buahan Komersial. Bayumedia publishing. Malang. Hal. 85–88.
  • Ashari, S. 2006. Hortikultura Aspek Budidaya. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 495 pp.
  • Brown, M.J. 1997. Durio – Bibliographi Review. IPGRI Office for South Asia. New Delhi. P. 23-68
  • Carlo. J.M, M.L. Badenes, H. Bleiholder, H. Hack, G. Lacer, and U. Meier. 2002. Phenological Growth Stages of Loquat Tree (Eriobotrya japonica (Thunb.) Lindl.). Great Britain. Ann. Appl. Boil 140: 151-157
  • French, B. 2001. Durio zibethinus. http://ecoport.org/. Diakses 26 Juni 2006.
  • Hidayat, E.B. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. ITB. Bandung
  • Lim, T.K, and L. Luders. 1997. Durian Flowering, Pollination and Incompatibility Studies. Great Britain. Ann. Appl. Boil 132: 151-165
  • Salisbury, F.B, dan C.W. Ross. 1992. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3 (diterjemahkan oleh Dyah R Lukman dan sumaryono). ITB. Bandung
  • Yaacob, O, and S. Subhadrabandhu. 1995. The Production of Economic Fruits in South-East Asia. Oxford University Press. New York. P. 90–97.

sumber: drc.fp.ub.ac.id/doc/kajian_biologi_reproduksi_durian.pdf